Malah, ada pula dokter yang mengurangi jumlah pelayanan. Atau tidak membuka praktek sementara waktu. Keadaan ini menyebabkan penurunan jumlah akseptor tidak bisa dihindari.
Kondisi ini, bagi BKKBN, sangat mengkhawatirkan. Apalagi bila dibandingkan dengan kasus stunting yang saat ini masih tinggi, mencapai 27 persen. Padahal di tahun 2020 ini target pemerintah turun menjadi 14 persen.
“Antara jarak dan stunting sangat berkorelasi. Karena itu memberikan jarak antar kelahiran. Idealnya tiga tahun,” ujar Hasto. Lanjut Hasto, “Kesadaran kehamilan, kesuksesan yang memberikan ASI ekslusif, dan kesuksesan manusia dalam kelahiran akan melahirkan sumber daya Indonesia yang maju.”
Pada bagian lain penjelasannya, Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa peluang
bonus demografi tidak berulang kali, secara teori saja. Untuk Indonesia, bonus demografi pertama akan diraih pada 2025 dengan angka ketergantungan 46. Artinya, 100 orang yang memerlukan waktu 46 orang yang tidak produktif, di antaranya anak-anak dan lansia. “Kesempatan meraih sejahtera, menjadi kaya, dan maju negara ini adalah saat ada peluang bonus demografi,” tandas Hasto.