Aboobaker menekankan bahwa perubahan iklim adalah keadaan darurat global yang menuntut aksi segera. Ia memperkenalkan konsep carbon credit, yaitu satu kredit yang mewakili pengurangan atau penghilangan satu ton emisi CO2, yang bisa dihasilkan dari penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah, hingga penghijauan.
Menurutnya, kampus memiliki kontribusi besar pada jejak karbon, mulai konsumsi listrik, transportasi, kantin, konstruksi, hingga limbah. Karena itu, mahasiswa didorong melakukan aksi sederhana seperti menggunakan botol minum isi ulang, mengurangi plastik sekali pakai, berbagi transportasi, hingga terlibat dalam audit limbah.
“Bandung bahkan bisa menjadi pemimpin kampus berbasis carbon credit di Asia Tenggara, dengan target ambisius menuju Carbon Credit Campus 2030,” tegasnya.
Sementara itu, Rose Fatmadewi, dosen sekaligus konsultan perencanaan wilayah dan kota Unisba, menekankan pentingnya menghubungkan teknologi, alam, dan perencanaan kota berbasis manusia. Ia menyoroti bagaimana konsep biophilic city dan strategi urban resilience bisa menjadi model bagi kota-kota di Indonesia.